Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau yang lebih dikenal sebagai Keraton Yogyakarta adalah istana resmi dari Kasultanan Yogyakarta, meskipun merupakan Kasultanan dari kerajaan Mataram, Keraton Yogyakarta secara resmi telah menjadi bagian dari negara Indonesia. Pada tahun 1950 kompleks keraton ini telah menjadi tempat tinggal bagi sang Sultan atau Gubernur Yogyakarta, hingga saat ini tradisi kesultanan masih terus dijalankan. Menurut sejarah, kraton Yogyakarta dahulu adalah sebuah Pesanggrahan yang bernama Pesanggrahan Garjitawati yang dahulunya digunakan sebagai tempat untuk beristirahat saat para iring-iringan yang membawa jenazah raja-raja Kasultanan Mataram dari Surakarta maupun dari Kartasura yang akan dimakamkan di kompleks pemakaman raja-raja Imogiri yang terletak di selatan kota Yogyakarta.
Sejarah panjang Kraton Yogyakarta tentunya tidak lepas dari Ki Ageng Pamanahan yang telah berhasil mengalahkan Aryo Penangsang yang merupakan musuh utama Sultan Pajang. Karena telah berhasil mengalahkan Aryo Penangsang, maka pada tahun 1558 Ki Ageng Pamanahan mendapatkan hadiah berupa kekuasaan di tanah Mataram dari sang Sultan. Selanjutnya di tahun 1577 Ki Ageng Pamanahan mendirikan sebuah istana di sebelah selatan Yogyakarta, lebih tepatnya di Kota Gede, pada tahun 1584 beliau mangkat atau meninggal dunia dan dimakamkan di sebelah Masjid Kota Gede.
Setelah Ki Ageng Pamanahan meninggal, secara otomatis Mataram tidak ada yang memimpin sehingga putera Ki Ageng Pamanahan yang bernama Sutawijaya diangkat menjadi penguasa Mataram menggantikan kedudukan sang ayah. Akan tetapi Sutawijaya tidak sebijak sang ayah, karena sejak Mataram dipimpin olehnya banyak masalah yang terjadi yang paling fatal yaitu Sutawijaya tidak bersedia untuk tunduk kepada Kesultanan Pajang, tidak seperti sang ayah yang sangat patuh pada Sultan Pajang. Bahkan Sutawijaya memiliki niat untuk menghancurkan Kasultanan Pajang serta memperluas daerah kekuasaannya.
Karena kebusukannya maka pada tahun 1587 pasukan dari Kesultanan Pajang melakukan penyerangan pada Kraton Mataram, akan tetapi pada saat pasukan Sultan Pajang yang melakukan penyerang terhadap Mataram, mereka terkena musibah yaitu terkena imbas dari meletusnya gunung Merapi yang lumayan besar, sehingga menewaskan para pasukan Kesultanan Pajang. Secara tidak langsung pasukan Mataram pun menjadi selamat. Selang satu tahun kemudian tepatnya pada tahun 1588 Mataram secara resmi telah berubah menjadi sebuah kerajaan dan Sutawijaya meresmikan dirinya sebagai Raja Mataram yang bergelar Panembahan Senopati. Selain itu ia pun mengganti nama menjadi Senopati Ingalaga Sayidin Panatagama yang berarti Panglima Perang serta Ulama pengatur kehidupan beragama, setelah berubah menjadi sebuah kerajaan Mataram pun mengalami perkembangan pesat dalam jangka waktu yang lumayan singkat. Kerajaan Mataram pun telah mampu menjadi sebuah kerajaan besar serta telah menjadi penguasa Pulau Jawa.
Pada tahun 1601 Panembahan Sennopati wafat dan kedudukannya digantikan oleh puteranya yang bernama Mas Jolang atau Panembahan Seda ing Krapyak. Setelah Mas Jolang wafat di tahun 1613, kedudukannya digantikan oleh sang putera yang bernama Pangeran Arya Martapura dan diteruskan oleh sang kakak yang bernama Raden Mas Rangsang atau yang dikenal dengan sebutan Prabu Pandita Hanyakrakusuma yang memiliki gelar Sultan Agung Senopati Ingalaga Abdurrahman. Pada masa kepemimpinan Sultan Agung inilah kerajaan Mataram dapat mencapai kejayaannya dan berkembang dengan sangat pesat di berbagai bidang hingga kedudukan Sultan Agung digantikan sang putera yang bernama Amangkurat 1 di tahun 1646..
Awal Berdirinya Keraton Yogyakarta
Masa keemasan Kerajaan Mataram mengalami guncangan yang sangat hebat karena perebutan kekuasaan, konflik tersebut akhirnya dapat di redam karena adanya Perjanjian Giyanti yang di lakukan pada tahun 1755. Perjanjian Giyanti merupakan asal usul terbentuknya Keraton Yogyakarta dimana pada perjanjian tersebut menghasilkan keputusan berupa pembagian wilayah kekuasaan kerajaan Mataram menjadi dua bagian yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Selain itu perjanjian tersebut juga memutuskan untuk menetapkan Pangeran Mangkubumi sebagai Sultan di Kasultanan Yogyakarta yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Setelah perjanjian tersebut disepakati, Sri Sultan Hamengku Buwono I yang tinggal di Pesanggrahan Ambar Ketawang memutuskan untuk membangun sebuah keraton di pusat kota Yogyakarta dan kini telah menjadi pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta.
Nah setelah membaca sejarah lengkap Keraton Yogyakarta sudah waktunya anda berkunjung ke tempat ini, jika wisata ke Jogja belum lengkap rasanya jika tidak datang kesini, aksesnya sangat mudah karena terletak dipusat kota dan juga dekat dengan Malioboro, sehingga apabila anda berkunjung ke Malioboro bisa langsung menuju kearah selatan yang jaraknya cuma sekitar 500 meter dari Malioboro, anda bisa berjalan kaki atau menggunakan becak dan delman.